Sabtu, 20 Februari 2016

Pasien Memilik Hak Mendapatkan Opini kedua ( Second Opinion) dari dokter lain

Kesalahan diagnosa dan penatalaksanaan pengobatan dokter sering terjadi  di belahan dunia manapun. Di negara yang paling maju dalam bidang kedokteranpun, para dokter masih saja sering  melakukan over diagnosis, over treatment atau terjadi wrong diagnosis pada penanganan pasiennya. Begitu juga di Indonesia, perbedaan pendapat para dokter dalam mengobati penderita adalah hal yang biasa terjadi. Perbedaan dalam penentuan diagnosis dan penatalaksanaan mungkin tidak menjadi maslah serius bila tidak menimbulkan konsekuensi yang berbahaya dan merugikan bagi penderita. Tetapi bila hal itu menyangkut kerugian biaya yang besar dan ancaman nyawa maka akan harus lebih dicermati. Sehingga sangatlaj penting untuk melakukan second opinion  terhadap dokter lain tentang permasalahan kesehatan tertentu yang belum terselesaikan. Dengan semakin meningkatnya informasi dan tekhnologi maka semakin terbuka wawasan ilmu pengetahuan dan informasi tentang berbagai hal dalam kehidupan ini. Demikian juga dalam pengetahuan masyarakat tentang wawasan dan pengetahuan tentang permasalahan kesehatannya. Terdapat manfaat yang besar bila masyarakat bisa memahami permasalahan kesehatan yang dialami. Tetapi sebaliknya bila informasi yang diterima tidak akurat atau salah dalam menginterpretasikan informasi maka juga akan membahayakan penanganan permasalahan kesehatannya. Bahkan seringkali karena informasi yang sepotong-sepotong atau salah dalam menginterpretasikannya informasi seorang pasien berani menggurui dokter dan terlalu cepat memvonis bahwa dokter  salah dan tidak becus. Pasien kelompok demikian ini selalu keras kepala dalam mempertahankan informasi yang didapat tanpa mempertimbangkan masukan dari dokter tentang fakta yang sebenarnya terjadi.

 Permasalahan Kesehatan  Penting yang memerlukan Second Opinion :
1.   Keputusan dokter tentang tindakan operasi, diantaranya operasi amandel, sinus, penambalan gendang telinga dan tindakan operasi lainnya.
2.  Keputusan dokter tentang pemberian obat jangka panjang lebih dari 2 minggu, misalnya pemberian antibiotika jangka panjang dan pemberian oabt-obat jangka panjang lainnya.
3.  Keputusan dokter dalam mengadviskan pemberian obat yang sangat mahal : baik obat minum, antibiotika, susu mahal atau pemberian imunisasi yang sangat mahal.
4.  Kebiasaan dokter memberikan terlalu sering antibiotika berlebihan pada kasus yang tidak seharusnya diberikan : seperti infeksi saluran napas, diare, muntah, demem virus dan sebagainya. Biasanya dokter memberikan diagnosis infeksi virus tetapi selalu diberi antibiotika.
5.  Keputusan dokter dalam mengadviskan pemeriksaan laboratorium dengan biaya sangat besar
6. Keputusan dokter tentang suatu penyakit yang berulang diderita misalnya : penyakit jamur di kuping berulang, otitis media akut berulang dll
7. Keputusan diagnosis dokter yang meragukan : biasanya dokter tersebut menggunakan istilah “ gejala” seperti diagnosis autis ringan dan gangguan perilaku lainnya.
8. Keputusan pemeriksaan dan pengobatan yang tidak direkomendasikan oleh institusi kesehatan nasional atau internasional :seperti pengobatan, terapi antibiotika yang berlebihan dan tidak sesuai dengan indikasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar